Christoph Luxenberg
PEMAKNAAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN
Latar Belakang
Alquran merupakan sumber hukum
utama dalam agama Islam. Kitab suci ini
merupakan kebanggaan umat Islam dari dahulu sampai sekarang karena merupakan
kitab suci yang paling otentik sebagai wahyu dari Allah swt. Dari abad ke abad,
kitab suci ini telah menjadi sumber inspirasi para penuntut ilmu, pemburu
hikmah dan pencari hidayah. Satu-satunya kitab suci yang menyatakan dirinya
bersih dari keraguan, dijamin seluruh isinya, dan tidak mungkin dapat dibuat
tandingannya. Inilah yang membuat kalangan orientalis menjadikannya sebagai
sorotan dan perhatian utama dalam kajian mereka, bahkan mengkritik
keotentikannya.
Alquran merupakan kitab suci yang
menjadi sumber inspirasi bagi para penuntut Ilmu, termasuk para orientalis.
Mereka menjadikan Alquran sebagai objek kajian dan penelitian, baik dikalangan
akademik maupun non akademik. Salah satu isu yang paling kontemporer tentang
kajian orientalis terhadap Alquran adalah karya Christoph Luxenberg. Salah satu
orientalis yang mempermasalahkan tentang pemakaian bahasa dalam al-qur’an. Di
bawah ini pemakalah akan mengulas tentang Chistoph yang akan pemakalah rangkum
dalam rumusan masalah.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
biografi Christoph Luxenberg?
2.
Bagaimana
pemikiran dan metode Christoph dalam memaknai ayat-ayat Al-Qur’an?
Pembahasan
1.
Biografi
Christoph Luxenberg
Christoph Luxenberg Menurut sebuah
sumber yang dapat dipercaya, ia adalah warga Jerman yang berkebangsaan Lebanon
penganut Kristen, nama aslinya adalah Ephraem Malki, seorang Dr. Phil. dalam
bidang Arabistik. Malki menggunakan kajian filologis mendekonstruksi otentitas
Mushaf Uṡmānī. Pada tahun 2003 tepatnya pada tanggal 28 Mei yang lalu ia sempat
diundang memberikan ceramah di Universitat des Saarlandes mengenai “Pengaruh
bahasa Aramaik terhadap bahasa Alquran”. Di samping bertugas sebagai dosen, ia
juga aktif menulis dan memberikan wawancara untuk media masa.[1]
Karya Christoph Luxenberg
diantaranya yaitu:
1. Die Siro-Aramäische Lesart des
Koran: Ein Beitrag zur Entschlüsselung der Koransprache terbit di tahun 2000.
2. Weihnachten im Quran. di Streit um den Quran, Die Luxenberg
Debatte: Standpunkte und Hintergründe terbit di tahun 2004.
3. Der Koran zum Islamischen Kopftuch terbit di tahun 2004.
4. Neudeutung der Arabischen Inschrift
im Felsendom zu Yerusalem. di Die Dunklen Anfänge, neue Forschungen zur Entstehung
und frühen Geschichte des Islam terbit di tahun 2005.
5. Relikte Siro-aramäischer Buchstaben
di frühen Korankodizes im hejazi- und kufi- duktus. di Der frühe Islam terbit di tahun
2007.
6.
The Siro-Aramaic Reading Quran -
Sebuah Kontribusi untuk Decoding dari Alquran terbit di tahun 2007.
7. Die syrische Liturgie und die
geheimnisvollen Buchstaben im Quran terbit di tahun 2008.
Salah
satu karya christoph yang populer diperbincangkan pada ranah orientalis yaitu karyanya
yang berjudul The Siro-Aramaic Reading Qur’an (Cara membaca Alquran dengan bahasa Syiriak-Aramaik) Sebuah
Sumbangsih Upaya Pemecahan Kesulitan Memahami bahasa Al-Qur’an (Die
Syiroaramaeische Lesart des Koran: Ein beitrag zur Entschluesselung der
Koransprache). Luxenberg mengklaim bahwa, bahasa Alquran sebenarnya adalah
bukan bahasa Arab melainkan banyak dipengaruhi oleh bahasa Syiriak-Aramaik
sehingga banyak kata atau ungkapan yang sering dibaca keliru dan sulit
dipahami, kecuali merujuk ke Syiriak-Aramaik yang konon merupakan Lingua Franca
pada masa itu.[2]
Hal inilah yang nantinya mempengaruhi pemaknaan pada ayat-ayat al-Qur’an.
2. Pemikiran Christoph Luxenberg Dalam
Memahami Ayat-Ayat Al-Qur’an
Dalam karyanya yang diberi judul
“Cara membaca Alquran dengan bahasa Syiriak-Aramaik” sesuai yang telah
dipaparkan di atas bahwa menurut Christoph
untuk memahami al-Qur’an seseorang harus merujuk ke bahasa Syiriak-Aramaik.
Karena bahasa al-Qur’an tidak murni bahasa Arab.
Sedangkan pengertian bahasa Syriak-Aramaik menurut Adian Husaini, bahasa Syiro-Aramaik atau Syriak adalah bahasa
komunikasi tulis di Timur Dekat mulai abad ke-2 sampai ke-7 Masehi. Bahasa
Syriak dialek Aramaik merupakan bahasa di kawasan Edessa, suatu negara kota di
Mesopotamia Atas. Bahasa ini menjadi wahana bagi penyebaran budaya Syriak ke
wilayah Asia, Malabar dan bagian Timur Cina. Sampai munculnya Alquran, bahasa
Syriak adalah media komunikasi yang luas dan penyebaran budaya Arameans, Arab,
dan sebagian Persia. Budaya ini telah memproduksi literatur yang sangat kaya di
Timur Dekat sejak abad ke-4 M, sampai digantikan oleh bahasa Arab pada abad
ke-7 dan ke-8 M. Sedangkan menurut Christoph sendiri, literatur the
Syriac-Aramaic dan matrik budaya ketika itu, praktis merupakan literatur dan
budaya Kristen.
Christoph mengatakan bahwa kata ( قرآن ) “Qur’ān” yang dipahami oleh sarjana
Muslim dan kebanyakan sarjana Barat sebagai masḍar (kata benda) dari qara’a
(membaca) atau qarana (menghubungkan) oleh Luxenberg dianggap keliru. Yang
benar menurutnya, berasal dari kata qeryana dalam bahasa Syiriak- Aramaik yang
berarti ajaran liturgi dari Injil Kuno.
Dalam sebuah kuliah umum di
Universitaet des Saarlandes, tahun 2003 lalu, Luxenberg menyebut sejumlah
contoh lain, menurut dia, kata ( قسورة
) “qaswarah” (Q.S al-Mudassir [74]51) mestinya dibaca “qasuurah”. Kata ( سیئت ) “sayyi’at” (Q.S. al-Nisa [4] 18)mesti
dibaca “saniyyat”, dari bahasa Syiriak “sanyata”. Kata (آذنك) “azannaka” (Q.S. al-Fussilat [41]:47) seharusnya dibaca
“izzaka”. Kemudian kata ( عتل ) “utullin” (Q.S.
al-Qalam [68]:13) mestinya dibaca “alin”, sedang kata ( زنیم ) “zanim” dalam ayat yang sama harus dibaca “ratim”, sesuai
dengan bahasa Syiriak “rtim”. Kata ( مزجة
) “muzjatin” (Q.S. Yusuf [12]:88) seharusnyaa dibaca “murajjiyatin”, dari
bahasa Syiriak “mraggayta”. Kemudian kata ( یلحدون
) “yulhidūna” (Q.S. al-Nahl [16]:30) seharusnya dibaca “yulghuzuna” dari bahasa
Syiriak “Igez”. Selanjutnya kata ( تحتھا
) “tahtiha” (Q.S. Maryam [19]:24) mesti dibaca sesuai dengan bahasa Syiriak
“nahiitihaa”. Kata “saraban” (Q.S. al-Kahfi [18]:61) “saraban” ( سربا ) harusnya dibaca “syarya” dalam bahasa
Syiriak.[3]
Masih menurut Luxenberg, Alquran
bukan hanya kosakatanya berasal dari Syiriak Aramaik, bahkan isi ajarannya pun
diambil dari tradisi kitab Yahudi dan Kristen-Syria (Peshitta) sehingga Alquran
yang ada sekarang tidak otentik, perlu ditinjau
dan diedit ulang karena menurutnya banyak kata dalam Alquran yang
disalah artikan
oleh kalangan mufassir. Anggapan ini diperolehnya dari investigasi terhadap
perbendaharaan kata Alquran dibandingkan dengan bahasa Syiriak-Aramaik, sebagai
Lingua-Franca masyarakat Arab pada zaman nabi. Menurutnya, bahasa
Arab fushah merupakan bahasa yang datang kemudian setelah bahasa Syiriak-Aramaik.
Luxenberg menyimpulkan bahwa
transmisi teks Alquran dari Nabi Muhammad saw. tidak secara lisan sebagaimana keyakinan
kaum Muslim. Alquran tidak lebih dari turunan Bible dan Liturgi Kristen Syria.
Bahasa asli Alquran bukanlah "bahasa Arab". Sebagai contoh, nama
surat “al-Fatiḥah”, berasal dari bahasa Syiriak “ptaxa”, yang
artinya pembukaan. Dalam tradisi Kristen Syria, ptaxa harus dibaca sebagai
panggilan untuk berpartisipasi dalam sembahyang. Belakangan, dalam Islam, surat
ini wajib dibaca dalam salat. Kata-kata lain dalam Alquran, seperti quran,
jaw, hur, dan sebagainya, juga berasal dari bahasa Syiriak dan disalah artikan
dalam Alquran sekarang ini.
Lebih ringkasnya tentang pemikiran christop bahwa Al-Qur’an hanya
bisa dimengerti kalau dibaca sesuai dengan bahasa asalnya, yaitu syro
aramaic (bahasa aramaic dalam dialek syriac). ia mengklaim
bahwa:[4]
1.
Bahasa Al-Qur'an sebenarnya bukan bahasa Arab.
Karena itu, menurut dia, banyak kata-kata dan ungkapan yang sering dibaca
keliru atau sulit dipahami, kecuali dengan merujuk pada bahasa Syro-aramaic
yang konon merupakan bahasa lingua franca pada masa itu,
2.
bukan hanya kosakatanya berasal dari
Syro-aramaic, bahkan isi ajarannya-pun diambil dari tradisi kitab suci Yahudi
dan Kristen Syria (Peshitta)
3.
Al-Qur'an yang ada tidak autentik, perlu
ditinjau kembali dan diedit ulang.
Sedangkan metode yang digunakan Christoph untuk
mengungkap makna ayat al-qur’an dengan memakai
metode filologi dan pendekatan kritik sejarah, langkah-langkahnya sebagai berikut:
2. mencari homonimnya di dalam Syra-Aramaik
3. membaca rasm untuk melihat arabnya/ alternatif
lain ( Syra).
4.
Menerjemahkan kalimat bahasa Arab
ke dalam bahasa Syria untuk melihat
hubungan semantiknya
5. Mengkonsultasikan
kosa kata Arabic-Aramaik
6. Membaca bahasa arab melalui sistem
fonetik Syria.
Menurut
Syamsuddin Arif dalam jurnalnya mengutarakan bahwa uraian yang dibangun oleh
Christop adalah atas dasar asumsi-asumsi yang keliru.[5]
1.
Ia menyangka bahwa al-Qur'an dibaca berdasarkan
tulisannya, sehingga ia boleh dengan sesuka-hatinya berspekulasi mengenai suatu
bacaan.
2.
Ia menganggap tulisan adalah segalanya,
menganggap manuskrip sebagai neraca ukuran, sehingga suatu bacaan mengikuti
teorinya mesti disesuaikan dengan dan mengikuti teks.
3. Ia menyamakan
al-Qur'an dengan Bible, dimana setiap pembaca boleh mengubah dan mengutak-atik
teks yang dibacanya bila dirasa tidak masuk akal atau sukar untuk difahami.
Kesimpulan
Kajian
Orientalis terhadap Alquran tidak sebatas mempertanyakan otentitasnya. Isu
klasik yang banyak dibahas adalah pengaruh bahasa asing terhadap bahasa
Alquran, kajian dari sisi kebahasaan Alquran tidak pernah berhenti. Baru-baru
ini muncul dengan nama samaran Christoph Luxenberg, dengan menunjukkan data
data yang diambil dari kamus bahasa Syriak-Aramaik yang ditulis pada abad ke-7
atau ke-8 M. Ia mengatakan bahwa Alquran banyak dipengaruhi oleh bahasa
Syiriak-Aramaik, bahkan isinya pun banyak diambil dari tradisi Yahudi dan
Kristen-Syiria sehingga ia berkesimpulan bahwa Alquran tidak otentik.
Daftar Pustaka
1. Yusuf, Khaeruddin, “ Orientalis Dan
Duplikasi Bahasa Al-Qur’an( Telaah dan Sanggahan Atas Karya Christoph
Luxenberg)”, STAIN DatokaramaPalu.
2. Syamsuddin
Arif, Al-Qur’an, Orientalisme dan diabolisme pemikiran, (Jakarta, Gema Insani:
2008).
3. Syamsuddin Arif, Al-Qur’an,
Orientalisme dan Luxenberg, Jurnal al-insan. Pdf.
[2]
Khaeruddin Yusuf, “ Orientalis Dan Duplikasi Bahasa Al-Qur’an( Telaah dan
Sanggahan Atas Karya Christoph Luxenberg)”,
STAIN DatokaramaPalu, hlm 9.
[3]
Khaeruddin Yusuf, “ Orientalis Dan Duplikasi Bahasa Al-Qur’an( Telaah dan
Sanggahan Atas Karya Christoph
Luxenberg)”, STAIN DatokaramaPalu, hlm 10
[4]
Syamsuddin Arif, Al-Qur’an, Orientalisme dan diabolisme pemikiran, (Jakarta,
Gema Insani: 2008). Hlm
18-19.
[5]
Syamsuddin Arif, Al-Qur’an, Orientalisme dan Luxenberg, Jurnal al-insan. Pdf.
Hlm 13-14
de christoph luxenberg, luxenberg chr, aramaic in the quran, christoph luxenberg the syro-aramaic reading of the koran, christoph luxenberg pdf, قراءة آرامية سريانية للقرآن pdf, luxembourg country, luxembourg place
Comments